Minggu, 29 Oktober 2017

tugas softskill Inquiry Letter : bahasa inggris bisnis 1

NAMA : MUHAMMAD NUR ALFIE (24215711)

KELAS : 3EB17

1. What is Inquiry Letter ?

Inquiry letter is letter that was made with the intention of asking anything by sender letter in this regard can be personal or represent on behalf of a particular group and more specifically like funding, grants, scholarships, projects, sales, pre-proposals, business information and also known as a letter of the candidate which will be sent to companies. Request letter is a letter from a prospective buyer to the seller requesting information products offered, wiith a quote from the seller then potential buyers will know the price and  information of the items or services to be purchased.

2. Mention the functions of inqury letter !

The general function of this letter is to respond an advertisement about a product or service when we are interested from sources of information, such as newspapers, magazines or website. The function of the inquiry letter is to request, whether it is a request for funds or use other places and activities. In the letter of inquiry for the items usually offer prospective buyers ask :

1.         The price per unit.
2.         Piece.
3.         Name and type of items.
4.         Specification of items, namely : type, size, quality, capacity, etc.
5.         How to pay.
6.         How to surrender.
7.         Easy that may be obtained by the buyer, such as guarantees and other.

3. Example of inquiry letter





Senin, 25 September 2017

tugas softskill bahasa inggris bisnis 1 : BUSINESS

NAMA : MUHAMMAD NUR ALFIE (24215711)

KELAS : 3EB17

BUSINESS

Indonesia can be a challenging place to do business. Indonesian business culture is very different from western style of doing business. When doing business in Indonesia the differences in cultural and business behavior are among the biggest challenges for every businessman. So what business will you choose ?

Before I tell what business activities I want to achieve, Let me introduce myself. My name is Muhammad Nur Alfie. I study in Gunadarma University Majoring in Accounting. I had been active in an my campus organization. The organization is BEM FE UG (badan eksekutif mahasiswa fakultas ekonomi universitas gunadarma). I had served as chairman of an event in BEM FE. I have good communication skill. In society I am humble friendly and easy going person. If I have my duties, I have a good accuration in working, diligent and responsible but honesty in my first priority in finishcing all the duties. Even I have a moody situation, it can’t be happened no longer. Eventhough I am a forgetful person.

Become a party planner is my business what I want to achieve, I will be hired to create some of the most memorable moments of people's lives. A Party planner organize events that give people the opportunity to socialize, celebrate and have fun. As a party planner I will have a job that is interesting and fun. Plus, when I start my own party planning business I can enjoy the freedom of  being my own boss.


The other reason why I wanna be a party planner, I can be a fulfilling and profitable opportunity for someone who is social, organized, detail-oriented, and has a flair for entertaining and coordinating events. Unlike other startups, a party planning business does not require much capital or dedicated space. However, figuring out how to start a party planning business does require some basic steps that are similar to all home based ventures, as well as those that are unique to the field.

Minggu, 04 Juni 2017

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Sebelum kita bahas lebih dalam apa itu perlindungan konsumen. Kita kenali dahulu dalam kegiatan bisnis sehari-hari terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dengan konsumen (pemakai barang atau jasa). Kepentingan pelaku usaha adalah sebagaimana untuk memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah untuk memproleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu.

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa :
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dari pengertian tersebut, tampak bahwa pembentuk Undang-Undang mengartikan secara luas mengenai perlindungan konsumen.

Terkait dalam pengertian di atas, seringkali terdapat ketidaksetaraan antara pelaku usaha dengan konsumen. Ketidaksetaraan yang terjadi tersebut konsumen biasanya berada pada posisi tawar yang lemah sehingga memungkinkannya untuk dijadikan objek eksploitasi untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi memiliki posisi yang kuat melalui promosi yang seringkali merugikan konsumen. Akibatnya hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha tidak dapat terealisasikan dengan baik.
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen sering kali disebabkan karena tingkat pengetahuan hukum dan kesadaran konsumen akan haknya yang masih rendah, kondisi seperti ini oleh pelaku usaha dimanfaatkan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan tidak mengidahkan kewajiban-kewajiban yang sudah seharusnya melekat pada para pelaku usaha. Untuk itu perlu diimbangi dengan adanya upaya perlindungan konsumen terhadap resiko kemungkinan kerugian akibat penggunaan produk (barang atau jasa) melalui upaya pencegahan dari ketidakpastian atas mutu, jumlah dan keamanan.
Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun di sisi lain, perlindungan tersebut harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, diperlukan perundang-undangan yang dapat melindungi kedua belah pihak.
Permasalahan perlindungan konsumen ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung. 
Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
                                       
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perlindungan konsumen dapat di artikan sebagai perangkat yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak sebagai contoh para penjual diwajibkan menunjukka tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen. Dengan kata lain, segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:

Ø  Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.

Ø  Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821.

Ø  Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

Ø  Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.

Ø  Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

Ø  Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.

Ø  Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
Menurut Undang- undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pasal 1 butir 1,2 dan 3:
1.  Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2.  Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3.  Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan taua badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun buka badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian menyelenggaraka kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dari uraian - uraian di atas, saya akan menjelaskan alasan kenapa begitu pentingnya hukum perlindungan konsumen ini, seperti dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

PRINSIP DAN ASAS-ASAS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A.      Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

1. Let The Buyer Beware
Ø  Pelaku Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu proteksi.
Ø  Konsumen diminta untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.
Ø  Konsumen tidak mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.
Ø  Dalam UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat venditor.

2. The due Care Theory
Ø  Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.
Ø  Pasal 1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristirwa tersebut.
Ø  Kelemahan beban berat konsumen dalam membuktikan.

3. The Privity of Contract
Ø  Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal diluar yang diperjanjikan.
Ø  Fenomena kontrak kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.

4. Kontrak bukan Syarat
Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu huungan hukum .

B.     Asas Perlindungan Konsumen

Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen, Diantaranya :

1.      Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.

2.      Asas keadilan
     Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3.      Asas keseimbangan
    Asas ini dimaksudkan untuk  memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.

4.      Asas keamanan dan keselamatan konsumen
     Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5.      Asas kepastian hukum
         Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.


 PERBUATAN YANG DILARANG DILAKUKAN OLEH SEORANG PELAKU USAHA

Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa tersebut. Tidak membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 8).
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain (pasal 9).
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai (Pasal 10)
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya (pasal 13).

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :

a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. (pasal 14)

LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN

1. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengkonsumsi produk luar negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri dalam negeri.

2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disebut LPKSM adalah Lembaga Non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Tugas LPKSM  meliputi kegiatan :

a.       Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.      Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan.
c.       Melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen.
d.      Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen.
e.       Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.


SENGKETA KONSUMEN

Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik. Begitu banya konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik kecil ringan bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan. Karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan.

Sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Sedangkan menurut Ali Achmad sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Definisi ”sengketa konsumen” dijumpai pada Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yaitu Surat Keputusan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001, dimana yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah:
“sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.”
Jadi, sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasad.
Melalui pasal 45 ayat (1) ini dapat diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen , terdapat dua pilihan yaitu :

·  Melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha
·   Melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

 Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara berikut :
·         Konsultasi
·         Negosiasi
·         Mediasi
·         Konsialisasi
·         Penilaian ahli
  
SANKSI-SANKSI

A.    Sanksi Perdata           
                                                                    
 Ganti rugi dalam bentuk :
Ø  Pengembalian uang
Ø  Penggantian barang
Ø  Perawatsan keehatan, dan/atau
Ø  Pemberian santunan
Ø  Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.

B.       Sanksi Administrasi

Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

C.    Sanksi Pidana
  
Ø  Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
Ø  Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ø  Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Ø  Hukuman tambahan , antara lain :
Ø  Pengumuman keputusan Hakim
Ø  Pencabuttan izin usaha;
Ø  Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
Ø  Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
Ø  Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .


HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)

Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Menurut UU yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 21 Maret 1997, HaKI adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau beberapa orang yang berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang komersial (commercial reputation) dan tindakan / jasa dalam bidang komersial (goodwill).

PRINSIP-PRINSIP HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :

1.      Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.

2.      Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari  kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.

3.      Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.

4.      Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.

DASAR HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :

1.      Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
2.      Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
3.      Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
4.      Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
5.      Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
6.      Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of   Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
7.      Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
8.      Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
9.      Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan  tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.

MACAM-MACAM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :

1. Hak Cipta

Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul serta isi didalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dasar hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :

1.      UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2.      UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
3.      UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
4.      UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

2. Hak Kekayaan Industri

Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-perusahaan karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan industri perusahaan dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme. Dengan di legalkan suatu industri dengan produk yang dihasilkan dengan begitu industri lain tidak bisa semudahnya untuk membuat produk yang sejenis/ benar-benar mirip dengan mudah. Dalam hak kekayaan industri salah satunya meliputi hak paten dan hak merek.

Hak Kekayaan Industri terbagi lagi menjadi beberapa bagian yang meliputi:

a. Hak Paten

Menurut Undang-undang Nomor 14/2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling date. Undang-undang yang mengatur hak paten antara lain :

·         UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
·         UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
·         UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).

b. Hak Merek

Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk/jasa tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam setiap produk/jasa sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih produk.jasa merek apa yang akan digunakan sesuai dengan kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut. Merek memiliki beberapa istilah, antara lain :

1.      Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

2.      Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

3.      Merek Kolektif
Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

Selain itu terdapat pula hak atas merek, yaitu hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. Dengan terdaftarnya suatu merek, maka sudah dipatenkan bahwa nama merek yang sama dari produk/jasa lain tidak dapat digunakan dan harus mengganti nama mereknya. Bagi pelanggaran pasal 1 tersebut, maka pemilik merek dapat mengajukan gugatan kepada pelanggar melalui Badan Hukum atas penggunaan nama merek yang memiliki kesamaan tanpa izin, gugatan dapat berupa ganti rugi dan penghentian pemakaian nama tersebut.

Selain itu pelanggaran juga dapat berujung pada pidana yang tertuang pada bab V pasal 12, yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama secara keseluruhan dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain, untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan diperdagangkan, dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,-
                                                                                     
Oleh karena itu, ada baiknya jika merek suatu barang/jasa untuk di hak patenkan sehingga pemilik ide atau pemikiran inovasi mengenai suatu hasil penentuan dan kreatifitas dalam pemberian nama merek suatu produk/jasa untuk dihargai dengan semestinya dengan memberikan hak merek kepada pemilik baik individu maupun kelompok organisasi (perusahaan/industri) agar dapat tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan perekonomiannya dengan tanpa ada rasa was-was terhadap pencurian nama merek dagang/jasa tersebut.

Undang-undang yang mengatur mengenai hak merek antara lain :

UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110)

c. Hak Desain Industri

Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya, sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak melanggar agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum. Jangka waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan Desain Industri ke Kantor Ditjen Hak Kekayaan Intelektual.

Desain Industri adalah cabang HKI yang melindungi penampakan luar suatu produk. Sebelum perjanjian TRIPS lahir, desain industri dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Namun karena perkembangan desain yang sangat pesat, maka perlu dibuatkan UU Khusus yang mengatur tentang desain industri.

Lingkup Hak Desain Industri

Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.

d. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuaannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

Lingkup DTLST

DTLST yang mendapat perlindungan:

Hak DTLST diberikan untuk Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang orisinal.
DTLST dinyatakan orisinal jika desain tersebut hasil karya mandiri pendesain dan pada saat DTLST tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para pendesain.

e. Hak Rahasia Dagang

Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.

Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila informasi itu:

Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu bukan secara umum oleh masyarakat,
Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi,
Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.

Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.

Tidak dianggap sebagai pelanggaran rahasia dagang apabila:

Mengungkap untuk kepentingan hankam, kesehatan, atau keselamatan masyarakat,
Rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan oleh penggunaan rahasia dagan milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.

Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan masa perlindungan tanpa batas.

f. Hak Indikasi

Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Indikasi asal adalah suatu tanda yang memenuhi ketentuan tanda indikasi geografis yang tidak didaftarkan atau semata-mata menunjukan asal suatu barang atau jasa.

Dasar Hukum
·         Pasal 56 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
·         Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi-geografis

Pihak yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran indikasi geografis :

1. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan:
• Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam/kekayaan alam
• Produsen barang hasil pertanian
• Pembuatan barang-barang kerajinan tangan/hasil industri
• Perdagangan yang menjual barang tersebut
2. Lembaga yang diberi wewenang untuk itu
3. Kelompok konsumen barang tersebut

Contoh Indikasi Geografis yang didaftarkan di Dirjen HKI:
• Beras Adan Krayan: diajukan oleh Asosiasi Masyarakat Adan (2011)
• Susu Kuda Sumbawa: didaftarkan oleh Asosiasi Pengembangan Susu Sumbawa (2011)
• Madu Sumbawa: didaftarkan oleh Jaringan Madu Hutan Sumbawa (2011)
• Kangkung Lombok: didaftarkan oleh Asosiasi Komoditas Kangkung Lombok (2011)
• Kopi Kintamani Bali: diajukan oleh Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG


KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perlindungan Konsumen di Bidang Pangan

Liputan6.com, Jakarta, Jum’at 02 Sep 2016 I 06:43 WIB. Bahan makanan mengandung bahan kimia berbahaya jenis formalin kembali ditemukan di Pasar Klender, Cakung, Jakarta Timur.

Dalam operasi yang digelar pada Kamis 1 September 2016, tim Jejaring Pangan Jakarta Timur mengambil sampel olahan dari sejumlah pedagang di Pasar Klender. Setelah diambil, petugas kemudian melakukan uji laboratorium untuk mengetahui kandungan yang ada di dalamnya.

Hasilnya, sejumlah makanan dinyatakan positif mengandung bahan berbahaya. Di antaranya mi kuning yang positif formalin, kerupuk kulit positif boraks, kerupuk merah, berondong merah, dan kue mangkok positif rhodamin.

"Kami melakukan penyitaan barang bukti yang terbukti menggunakan zat berbahaya," tutur Asisten Perekonomian Jakarta Timur Erick Pahlevi Zakaria Lumbun di Pasar Klender, Cakung, Jakarta Timur, Kamis 1 September 2016.

Saat disinggung mengenai tidak adanya tindakan tegas kepada para pedagang nakal, Erick mengaku pihaknya memiliki standar tertentu. Dia baru akan mengambil tindakan tegas apabila pedagang tersebut kedapatan melakukan hal serupa sebanyak tiga kali.

"Tindak lanjut tunggu lebih dari tiga kali. Nanti polisi yang ambil. Ini kan baru sekali (kedapatan jual pangan berbahaya). Makanya cuma penyitaan," jelas dia.

Selain itu, Erick juga beralasan, pihaknya tidak serta merta memberikan sanksi. Ada tugas lain yang tidak kalah penting untuk dilakukan terhadap para pedagang.

"Kesulitan kami kan ada juga unsur pembinaan. Enggak serta merta sanksi hukum. Kita ingin ada pembinaan. Kerja sama dengan PD Pasar Jaya," kata dia.

Manajer Area Timur I PD Pasar Jaya Sion Purba menambahkan, sebagai pengelola, pihaknya hanya bisa memberikan peringatan. Alasannya, pemberian sanksi merupakan tugas aparat kepolisian.

"Sanksinya peringatan karena yang berhak aparat kepolisian. Kita peringatkan para pedagang, nanti selanjutnya baru dipanggil," ujar Sion.

Dia menegaskan, pihaknya akan menyiapkan sebuah alat khusus di sejumlah pasar di bawah naungan PD Pasar Jaya. Alat tersebut untuk mengantisipasi pangan yang dijual pedagang mengandung bahan berbahaya.

"Sudah disiapkan di beberapa pasar untuk tes sendiri bahan pangan yang ada formalin, sebagai tahap awal antisipasi bahan pangan berformalin. Ke depan, masing-masing kepala pasar bisa tes sendiri bahan pangan yang ada di pasarnya apakah berformalin atau tidak," beber dia.

Sementara, seorang pembeli, yakni Ikem (47) mengaku sangat khawatir dengan beredarnya pangan yang mengandung bahan kimia berbahaya.

Dia berharap, pihak berwajib menindak tegas pedagang yang kedapatan menjual makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya.


"Polisi harus memberikan tindakan tegas dong. Jangan dibiarkan begitu saja. Ini kan berbahaya buat kesehatan masyarakat. Kalau sudah begini kita juga was-was mau beli, takutnya ada formalin lagi di dalamnya," keluh Ikem..


KESIMPULAN

Dapat disimpulkan dari uraian di atas tersebut di dalam kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.
Pemerintah yag merupakan sebagai perancang,pelaksana serta pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan.
Oleh karena itu, penegakkan hukum harus menjadi tumpuan utama dalam melakukan pemberantasan pembajakan terhadap hak atas kekayaan intelektual. Penegakan hukum ini merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadi hukum, baik dalam arti hukum yang sempit maupun dalam arti materiil yang luas, sebagai pedoman prilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh para aparatur penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang – Undang untuk menjamin
sebagai salah satu karya intelektual mempunyai peranan yang penting.


DAFTAR PUSTAKA

puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=DKV02040203
http://www.kemenperin.go.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Desain_industri
http://sentra-hki.lppm.upi.edu/tentang-hki/disain-tata-letak-sirkuit-terpadu/
http://news.liputan6.com/read/2592141/bahan-makanan-di-pasar-klender-masih-berformalin

Popular Posts

Blogger templates

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Pages

Blogger templates

Recent Comments

Popular Posts