Minggu, 23 April 2017

Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Perikatan (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)

NAMA : MUHAMMAD NUR ALFIE (24215711)

KELAS : 2EB17



          HUKUM PERDATA

     A.  Pengertian Hukum Perdata

Sebelum megetahui arti dari hukum perdata.  apa arti hukum itu ? Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol atau dapat diartikan hukum sebagai aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Setelah mengetahui arti hukum tersebut maka yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.

Definisi Menurut para Ahli :
1.      Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan
perseorangan yang lainnya.
2.      Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan
yang lainnya.
3.      Sudikno Mertokusumo
Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang
satu terhadap yag lain didalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
4.      Prof. R. Soebekti, S.H.
Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.

       B. Sejarah Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia

Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari  Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Ramawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bemama  Code Civil des Francais yang juga dapat disebut Code Napoleon", karena Code Civil des Francais ini adalah merupakan sebagian dari Code Napoleon
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jemonia dan Hukum Cononiek.
Dan mengenai peraturan - peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi, badan-badan hukum. Akhimya pada jaman Aufklarung (Jaman baru sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang—Undang tersendiri dengan nama "Code de Commerce".
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (18o9-181 1), maka Raja Lodewijk Napoleon Menetapkan : "Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninkrijk Holland" yang isinya mirip dengan "Code Civil des Francais atau Code Napoleon" untuk dljadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhimya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh Karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengadakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional- Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948, kedua Undang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).

       C. Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia

Mengenai keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih beisifat majemuk yaitu masih beraneka warna Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu :
a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan Bumi Putera (pribumi /bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan
c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan pasal 131 .I.S. yaitu mengatur hukum—hukurn yang diberlakukan bagi masing- masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. di atas.
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
a. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku'Hukum Perdata dan Hukum  Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkondansi.
b. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
c.  Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina,India, Arab) diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
— Maksudnya untuk segala golongan warga negara berlainan sama dengan yang lain. Dapat kita Iihat :
a. Untuk Golongan Bangsa Indonesia Asli
Berlaku Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam masyarakat.
b. Untuk golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku kitab KUHP(Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van Koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang :
Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pemikahan Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa. Karena pada mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke Stand, dan peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi).
Selanjutnya untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau Eropah (antara lain Arab, India dan lainnya) berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai Hukum Kekayaan Harta Benda (Vermororgensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian dan Kekeluargaan (Personen en Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.
Untuk memahami keadaan Hukum Perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah HIindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR (Regerings reglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:

1. Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana besena Hukiun Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).

2. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang- undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi ).

3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab dan lainnya) jika temyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.

4. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.

5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut di atas, di jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :

a.    Perjanjian kerja perburuhan : (staatsblat 1879 no 256)
b.    Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (staatsblad 1907 no 306)
c.    Dan beberapa pasal dan WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut(Staatsblad 1933 no 49)

Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :

a.Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74).
b.Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no. 717).

Dan ada pula peraturan - peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
- Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
- Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
- Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
- Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).

       D. Sistematika Hukum Perdata

Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang penama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:

Buku I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalanmya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku III : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.

Pendapat yang kedua menurut ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :

I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

II. Hukum Kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
— Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.

III. Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dan segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang.

Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
— Hak seorang pengarang atas karangannya
— Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Hmu Pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
IV. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang

         E. Contoh Hukum Perdata 

Contoh kasus kali ini dari seorang istri yang hendak mengajukan gugatan cerai pada suaminya di Pengadilan Agama ( PA ), adapun data/identitasnya adalah sebagai berikut :

Nama : Rahmatia
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Menikah
Anak : 1 anak laki-laki, umur 4 tahun

Cerita Permasalahan / Kronologis

Rahmatia menikah di Bekasi dengan suaminya 5 tahun yang lalu (th 2000). Dikaruniai 1 orang putra berumur 4 tahun. Sudah lama sebenarnya Rahmatia mengalami kekerasan dalam rumah tangga, Suaminya adalah mantan anak orang kaya yang tidak jelas kerjanya apa dan sering berprilaku sangat kasar pada Rahmatia, seperti membentak, berkata kotor, melecehkan dan yang terparah adalah sering memukul. Sehingga akhirnya Rahmatia sering tidak tahan sampai berpikir untuk bercerai saja. Adanya musyawarah dan pertemuan keluarga sudah diadakan beberapa kali tapi tetap tidak merubah perilaku suaminya tersebut. Bahkan sedimikian parahnya dimana si suami melepas tanggung-jawabnya sebagai seorang suami dan ayah karena sudah 2 tahun ini si suami tidak memberikan nafkah lahir untuk sang Istri dan anaknya. Sampai akhirnya, Rahmatia merasa terncam jiwanya dimana terjadi kejadian pada bulan April 2007, Rahmatia dipukul / ditonjok matanya sampai biru yang berujung pada kekerasan terhadap anak semata wayangnya juga. Setelah kejadian itu Rahmatia memutuskan untuk bercerai saja dengan suaminya.

Proses Cerai

Menentukan Pengadilan Mana yang Berwenang
Rahmatia langsung ancang-ancang mempersiapkan perceraiannya. Dalam hal ini Rahmatia tidak boleh salah menentukan pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara cerainya. Karena bila salah mendaftarkan gugatan cerai di Pengadilan yang tidak berwenang maka gugatannya tersebut dapat ditolak oleh hakim. Dalam Undang-undang diatur bila yang mengajukan gugatan cerai si istri (beragama Islam) maka Pengadilan Agama yang berwenangnya adalah Pengadilan Agama di wilayah yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal terakhir si istri.

Catatan :
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses perkara perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri, bukan-lah harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau bukanlah berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu menikah.


          Hukum Dagang

        A. Pengertian Hukum Dagang

          Sebelum kita melangkah lebih jauh dan mendalam, kita dituntut untuk mengerti dan memahami Hukum Dagang. Dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Langkah pertama kita dalam membicarakan Hukum Dagang dalam negara diawali dengan mengemukakan definisi dagang itu sendiri. Dengan terlebih dahulu mengemukakan definisinya yang sudah disepakati oleh pakar-pakar ilmu hukum dagang sendiri, kita akan mengetahui berbagai faktor dalam proses kemunculannya. Mayoritas masyarakat dalam mendefinisikan dagang cenderung pada segi penjualan. Kecenderungan ini telah tersiar baik di masyarakat sekitar. Akan kami sebutkan beberapa contoh dari kecenderungan tersebut dan kami sedikit mengungkapkan dan membahas juga menjawab asas-asas hukum dagang dalam tulisanini. Seperti yang di bahas juga sebelumnya hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).

Definisi Menurut para Ahli :
  1. Menurut Achmad Ichsan, Hukum Dagang adalah Hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam  perdagangan.
  2. Menurut R.Soekardono, Hukum Dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPerdata.
  3. Menurut H.M.N.Purwosutjipto, Hukum Dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahan.
Hukum dagang sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh kuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari.
Ada istilah lain yang perlu untuk dijajarkan dalam pemahaman awal mengenai hukum dagang, yaitu pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan. Pengertian perniagaan dapat ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang sementara istilah perusahaan tidak. Pengertian perbuatan perniagaan diatur dalam pasal 2 dan 5 kitab undang-undang hukum dagang. Dalam pasal-pasal tersebut, perbuatan perniagaan diartikan sebagai perbuatan membeli barang untuk dijual lagi dan beberapa perbuatan lain yang dimasukkan dalam golongan perbuatan perniagaan tersebut. Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa pengertian perbuatan perniagaan terbatas pada ketentuan sebagaimana termaktub dalam pasal 2- 5 kitab undang-undang hukum dagang sementara pengertian perusahaan tidak ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang.

      B. Sejarah Hukum Dagang

      Pada abad pertengahan hukum Romawi dianggap paling sempurna dan banyak digunakan di berbagai negara.
      Dalam perniagaan yang semakin kompleks timbul hal-hal yang tidak bisa diselesaikan dengan hukum Romawi
      Perselisihan antara pedagang diselesaikan oleh mereka sendiri
      Mereka membentuk badan untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka
      Kemudian timbul peraturan khusus mengenai dagang

C. Sumber-Sumber Hukum Dagang

Apabila kita telaah, maka secara umum yang menjadi sumber hukum itu dapat terbagi kedalam beberapa jenisi sumber hukum itu dapat terbagi kedalam beberapa jenis, yaitu:
1.      Peraturan perundang-undangan,
2.      Juris prudensi,
3.      Traktat,
4.      Hukum kebiasaan,
5.      Perjanjian perseorangan, dan
6.      Doktrin.
Akan tetapi bagi kita, selain sumber hukum tersebut diatas masih adasumbernya lagi, yaitu Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum (berdasarkan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, tentang memorandum DPRGR mengenai sumber-sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia).
Sedangkan yang menjadi sumber hukum dagang adalah:
1.      Hukum tertulis yang dikodifikasikan, terdiri dari:
a.       Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) atau Wetboook van Koophandel (W.v.K).
b.      Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau Burgerlijk Wetbook  (BW).
2.      Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misalnya:
a.       UU Oktroi
b.      UU Tentang Merek
c.       UU Tentang Kadin
d.      UU Tentang Perindustrian, Koperasi, Pailisemen dll
3.      Hukum Kebiasaan
Hukum kebiasaan adalah kebiasaan yang sering dilakukan oleh subyek hukum dan sudah menjadi opini umum dan menimbulkan sanksi apabila kebiasaan tersebut tidak dilakukan.

       D. Siapa Pedagang Dan Apa Perbuatan Perniagaan?

      Pasal 2 KUHD (lama) : Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari.
      Pasal 3 KUHD (lama) : Perbuatan perniagaan adalah membeli barang-barang untuk dijual lagi.

        E.     Sistematika KUHD

Hukum dagang di Indonesia terutama bersumber pada :

1. Hukum tertulis yang sudah di kodifikasikan
a. KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau wetboek van koophandel Indonesia (W.K)
b. KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk wetboek Indonesia (B.W)

2. Hukum-hukum tertulis yang belum dikoodifikasikan, yakni :
Perudang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
Hukum dagang di atas terkait dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelajaran, dan dagang pada umumnya.
KUHD di Indonesia kira-kira satu abad yang lalu di bawa dari Belanda ke tanah air kita, dan KUHD ini berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 yang kitabnya terbagi atas dua, masing-masing kitab di bagi menjadi beberapa bab tentang hukum dagang itu sendiri.Dan terbagi dalam bagian-bagian, dan masing-masing bagian itu di bagi dalam bagian-bagian dan masing menjadi pasal-pasal atau ayat-ayat.

Pada bagian KUHS itu mengatur tentang hukum dagang. Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya seperti :

1. Persetujuan jual beli (contract of sale)
2. Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)
3. Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)

Hukum dagang selain di atur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturan-peraturan khusus (yang belum di koodifikasikan) seperti :

1. Peraturan tentang koperasi
2. Peraturan pailisemen
3. Undang-undang oktroi
4. Peraturan lalu lintas
5. Peraturan maskapai andil Indonesia
6. Peraturan tentang perusahaan negara



        F. Hubungan Hukum Perdata dan KUHD

            Hukum dagang merupakan keseluruhan dari aturan-aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan usaha atau perdagangan.
Menurut Prof. Subekti, S.H berpendapat bahwa :
Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang tidak dianggap pada tempatnya, oleh karena “Hukum Dagang” tidak lain adalah “hukum perdata” itu sendiri melainkan pengertian perekonomian.
Hukum dagang dan hukum perdata bersifat asasi terbukti di dalam :

1. Pasal 1 KUHD
2. Perjanjian jual beli
3. Asuransi yang diterapkan dalam KUHD dagang
Dalam hubungan hukum dagang dan hukum perdata dibandingkan pada sistem hukum yang bersangkutan pada negara itu sendiri. Hal ini berarti bahwa yang di atur dalam KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS, bahwa kedudukan KUHD terdapat KUHS adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.

       G. Perantara dalam Hukum Dagang

      Agen : orang yang menjalankan perusahaan sendiri dan menjual hasil perusahaan (industri) tertentu.
      Makeler : pedagang perantara yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dan mendapat upah atau provisi
      Komisioner : adalah seorang pengusaha yang dapat kuasa atau perintah dari orang lain melakukan perjanjian dari pihak ketiga atas nama sendiri dengan mendapat upah atau provisi.

Pada zaman modern ini perdagangan dapat diartikan sebagai pemberian perantaraan dari produsen kepada konsumen dalam hal pembelian dan penjualan. Pemberian perantaraan produsen kepada konsumen dapat meliputi aneka macam pekerjaan seperti misalnya :
1. Perkerjaan perantaraan sebagai makelar, komisioner, perdagangan dan sebagainya.
2. Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas baik di darat, laut dan udara
3. Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.

        H. Persetujuan Dagang
Dalam hukum dagang di kenal beberapa macam persekutuan dagang, antara lain :
1. Firma
2. Perseroan komanditer
3. Perseroan terbatas
4. Koperasi

          HUKUM PERIKATAN

     A. Pengertian

Hukum perikatan yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki arti yang lebih luas  daripada perjanjian. Hal ini disebabkan karena hukum perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan “zaakwaarneming”.

Berikut ini merupakan definisi hukum perikatan menurut para ahli :

§  Hukum perikatan menurut Pitlo adalah “suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.

§  Hukum perikatan menurut  Hofmann adalah “suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu".

§  Hukum perikatan menurut Subekti adalah "Suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu".

Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
            Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yangsifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telahdisepakati dalam perjanjian.
            Sementara pengertian hukum perikatan yang umum digunakan dalam ilmu hukum adalah: “Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan prestasi”.

       B. Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP terdapat 3 sumber, yakni :

·       Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
·       Perikatan yang timbul dari undang-undang
· Perkatan terjadi bukan perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum        (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)

 Sumber perikatan berdasarkan Undang-undang, yaitu :

§   Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan lahir karena persutujuan atau karena undang-undang. perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
§   Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
§  Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai perbuatan orang 

       C. Unsur-Unsur dalam Hukum Perikatan

Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan diatas maka dapat jelaskan lebih lanjut mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam hukum perikatan atau terjadinya sebuah perikatan, sebagai berikut:

a.    Unsur hubungan hukum dalam hukum perikatan
adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu pihak dan pada pihak lainnya  melekat kewajiban. Hubungan hukum dalam hukum perikatan merupakan hubungan yang diakui dan diatur oleh hukum itu sendiri. Tentu saja antara hubungan hukum dan  hubungan sosial lainnya dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengertian yang berbeda, oleh karena hubungan hukum juga memiliki akibat hukum apabila dilakukan pengingkaran terhadapnya.

b.    Unsur kekayaan dalam hukum perikatan
adalah kekayaan yang dimiliki oleh salah satu atau para pihak dalam sebuah perikatan. Hukum perikatan  itu sendiri merupakan bagian dari hukum harta kekayaan atau vermogensrecht dimana bagian lain dari hukum harta kekayaan  kita kenal dengan hukum benda.

c.    Unsur pihak-pihak dalam hukum perikatan
adalah pihak kreditur dan pihak debitur yang memiliki hubungan hukum. Pihak-pihak tersebut dalam hukum perikatan disebut sebagai subyek perikatan.

d.   Unsur obyek hukum atau prestasi dalam hukum perikatan
adalah adanya obyek hukum atau prestasi yang diperikatkan sehingga melahirkan hubungan hukum. Dalam pasal 1234 KUH Perdata disebutkan bahwa wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.

e.    Unsur Schuld dan Unsur Haftung dalam Hukum Perikatan
adalah adanya hutang debitur kepada kreditur. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur haftung dalam hukum perikatan adalah harta kekayaan yang dimiliki oleh debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan hutang debitur.

        D. Sistem Hukum Perikatan

            Sistem hukum perikatan bersifat terbuka. Artinya, setiap perikatan memberikan kemungkinan bagi setiap orang untuk mengadakan berbagai bentuk perjanjian, seperti yang telah diatur dalam Undang-undang, serta peraturan khusus atau peraturan baru yang belum ada kepastian dan ketentuannya. Misalnya perjanjian sewa rumah, sewa tanah, dan sebagainya.

         E. Sifat Hukum Perikatan 

         Hukum perikatan merupakan hukum pelengkap, konsensuil, dan obligatoir.Bersifat sebagai hukum pelengkap artinya jika para pihak membuat ketentuan masing–masing, setiap pihak dapat mengesampingkan peraturan dalam Undang–undang.Hukum perikatan bersifat konsensuil artinya ketika kata sepakat telah dicapai oleh masing-masing pihak, perjanjian tersebut bersifat mengikat dan dapat dipenuhi dengan tanggung jawab. Sementara itu, obligatoir berarti setiap perjanjian yang telah disepakati bersifat wajib dipenuhi dan hak milik akan berpindah setelah dilakukan penyerahan kepada tiap – tiap pihak yang telah bersepakat.

          F. Macam – macam Hukum Perikatan

Berikut ini meruapkan beberapa jenis hukum perikatan :

  • Perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada syarat tertentu. 
  • Perikatan dengan ketetapan waktu, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada waktu tertentu atau dengan peristiwa tertentu yang pasti terjadi. 
  • Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng, yaitu para pihak dalam perjanjian terdiri dari satu orang pihak yang satu dan satu orang pihak yang lain. Akan tetapi, sering terjadi salah satu pihak atau kerdua belah pihak terdiri dari lebih dari satu orang.

       G. Azas-azas dalam hukum perikatan

Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.

  • Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 
  • Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
     H.    Syarat Sahnya Perikatan

  • Obyeknya harus tertentu.
    Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
  • Obyeknya harus diperbolehkan.
    Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
  • Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
    Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan.
  • Obyeknya harus mungkin.
    Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
    Macam-macam perikatan :
    1. Perikatan bersyarat
    2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
    3. Perikatan yang membolehkan memilih
    4. Perikatan tanggung menanggung
    5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
    6. Perikatan tentang penetapan hukuman

I.           Hapusnya Hukum Perikatan

Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
·      Pembayaran.
·      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
·      Pembaharuan utang (novasi).
·      Perjumpaan utang atau kompensasi.
·      Percampuran utang (konfusio).
·      Pembebasan utang.
·      Musnahnya barang terutang.
·      Batal/ pembatalan.
·      Berlakunya suatu syarat batal.
·      Dan lewatnya waktu (daluarsa).


KESIMPULAN

Dari Pembahasan di atas maka hukum perdata adalah  hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam pergaulan masyarakat yang mana dalam hukum perdata juga ada asas-asas dan juga sumber-sumber hukum, sejarah hukum perdata di Indonesia juga tak lepas dari Belanda. Sedangkan dalam hukum dagang terdapat peraturan-peraturan yang mengatur jalannya suatu aktivitas dagang yang tertulis dalam KUHD dan pelaku-pelaku dalam usaha dagang masing- masing memiliki hak dan kewajiban yang dimana harus dilaksanakan demi kelancaran dalam berdagang. Peraturan dalam berdagang diterapkan guna untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran yang terkadang terjadi dalam persaingan produsen dalam meningkatkan kualitas barang dan merebut pasar. Serta hukum perikatan adalah sebuah hukum yang berhubungan dengan hukum antara dua orang atau lebih didalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi. Dari itu semua sebagaimana tercantum di dalam UU, hukum dibuat agar manusia dapat mematuhinya dan belajar menjadi manusia disiplin, dimana keduanya saling berperan penting dalam memajukan bangsa dan negara.

          DAFTAR PUSTAKA

Siti Soetami, SH., Pengantar Tatat Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2001.

Kansil, SH., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.

Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 1999.






Popular Posts

Blogger templates

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Pages

Blogger templates

Recent Comments

Popular Posts