PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sebelum
kita bahas lebih dalam apa itu perlindungan konsumen. Kita kenali dahulu dalam kegiatan bisnis sehari-hari terdapat hubungan
yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dengan konsumen (pemakai barang
atau jasa). Kepentingan pelaku usaha adalah sebagaimana untuk memperoleh
laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah untuk memproleh kepuasan
melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu.
Dalam
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
disebutkan bahwa :
Perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen. Dari pengertian tersebut, tampak bahwa pembentuk Undang-Undang
mengartikan secara luas mengenai perlindungan konsumen.
Terkait dalam pengertian di atas, seringkali
terdapat ketidaksetaraan antara pelaku usaha dengan konsumen. Ketidaksetaraan
yang terjadi tersebut konsumen biasanya berada pada posisi tawar yang lemah
sehingga memungkinkannya untuk dijadikan objek eksploitasi untuk meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha yang secara sosial dan
ekonomi memiliki posisi yang kuat melalui promosi yang seringkali merugikan
konsumen. Akibatnya hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha tidak dapat
terealisasikan dengan baik.
Faktor utama yang menjadi
kelemahan konsumen sering kali disebabkan karena tingkat pengetahuan hukum dan
kesadaran konsumen akan haknya yang masih rendah, kondisi seperti ini oleh
pelaku usaha dimanfaatkan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan tidak
mengidahkan kewajiban-kewajiban yang sudah seharusnya melekat pada para pelaku
usaha. Untuk itu perlu diimbangi dengan adanya upaya perlindungan konsumen
terhadap resiko kemungkinan kerugian akibat penggunaan produk (barang atau
jasa) melalui upaya pencegahan dari ketidakpastian atas mutu, jumlah dan
keamanan.
Kondisi konsumen yang banyak
dirugikan memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-haknya
dapat ditegakkan. Namun di sisi lain, perlindungan tersebut harus juga
melindungi eksistensi produsen yang sangat esensial dalam perekonomian negara.
Oleh karena itu, diperlukan perundang-undangan yang dapat melindungi kedua
belah pihak.
Permasalahan perlindungan
konsumen ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan
perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan,
masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan
konsumen perlu diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara
seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak
bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada
konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang
secara langsung.
Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan,
konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak
bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa
yang dikonsumsinya.
HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan
konsumen dapat di artikan sebagai perangkat yang diciptakan untuk melindungi
dan terpenuhinya hak sebagai contoh para penjual diwajibkan menunjukka tanda
harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen. Dengan kata lain, segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.
Ø Undang
Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal
27 , dan Pasal 33.
Ø Undang
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No.
3821.
Ø Undang
Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Usaha Tidak Sehat.
Ø Undang
Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
Ø Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
Ø Surat
Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan
pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.
Ø Surat
Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005
tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
Menurut
Undang- undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pasal 1
butir 1,2 dan 3:
1. Perlindungan
Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku
usaha adalah setiap orang perseorangan taua badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun buka badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama- sama melalui perjanjian menyelenggaraka kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
TUJUAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dari uraian
- uraian di atas, saya akan menjelaskan alasan kenapa begitu pentingnya hukum
perlindungan konsumen ini, seperti dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan
konsumen adalah sebagai berikut :
1.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri;
2.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
3.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen;
4.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6.
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
PRINSIP DAN
ASAS-ASAS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Prinsip-
Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen
1. Let The
Buyer Beware
Ø Pelaku
Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu proteksi.
Ø Konsumen
diminta untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.
Ø Konsumen
tidak mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.
Ø Dalam
UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat venditor.
2. The due
Care Theory
Ø Pelaku
usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan produk, baik
barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.
Ø Pasal
1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan
mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain,
atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak
atau peristirwa tersebut.
Ø Kelemahan
beban berat konsumen dalam membuktikan.
3. The
Privity of Contract
Ø Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha
mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat
dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku
usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal diluar yang diperjanjikan.
Ø Fenomena kontrak kontrak standar yang
bantak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak
berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.
4. Kontrak bukan Syarat
Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi
kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu huungan
hukum .
B. Asas Perlindungan Konsumen
Berdasarkan UU
Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen, Diantaranya
:
1. Asas manfaat
Maksud asas ini
adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi
kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan
Asas ini
dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan
Asas ini
dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini
dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara
menjamin kepastian hukum.
PERBUATAN YANG DILARANG DILAKUKAN
OLEH SEORANG PELAKU USAHA
Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak
memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan keterangan, iklan
atau promosi atas penawaran jasa tersebut. Tidak membuat perjanjian atas
pengikatan jasa tersebut dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. (pasal 8).
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan atau
seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau
jasa lain (pasal 9).
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai
(Pasal 10)
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau
mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian
hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak
memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya (pasal 13).
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara
undian, dilarang untuk :
a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas
waktu yang dijanjikan;
b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang
dijanjikan;
d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai
hadiah yang dijanjikan. (pasal 14)
LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN
1. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI
adalah organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada
tanggal 11 Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran
kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi
dirinya sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan
sekelompok ibu-ibu akan kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam
mengkonsumsi produk luar negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk dalam
negeri mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut
menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri dalam negeri.
2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(LPKSM)
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disebut
LPKSM adalah Lembaga Non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah
yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Tugas LPKSM meliputi
kegiatan :
a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa.
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan.
c. Melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen.
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan
atau pengaduan konsumen.
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan
perlindungan konsumen.
SENGKETA KONSUMEN
Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada
sengketa pasti disitu ada konflik. Begitu banya konflik dalam kehidupan
sehari-hari. Entah konflik kecil ringan bahkan konflik yang besar dan berat.
Hal ini dialami oleh semua kalangan. Karena hidup ini tidak lepas dari
permasalahan.
Sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan
antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu
objek permasalahan. Sedangkan menurut Ali Achmad sengketa adalah pertentangan
antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang
suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa
konsumen. Definisi ”sengketa konsumen” dijumpai pada Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan yaitu Surat Keputusan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001
tanggal 10 Desember 2001, dimana yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah:
“sengketa antara pelaku usaha dengan
konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang
menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.”
Jadi, sengketa konsumen adalah sengketa
antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau
memanfaatkan jasad.
Melalui pasal 45 ayat (1) ini dapat diketahui bahwa
untuk menyelesaikan sengketa konsumen , terdapat dua pilihan yaitu :
· Melalui lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha
· Melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.
Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan
dengan cara berikut :
· Konsultasi
· Negosiasi
· Mediasi
· Konsialisasi
· Penilaian
ahli
SANKSI-SANKSI
A. Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
Ø Pengembalian uang
Ø Penggantian barang
Ø Perawatsan keehatan, dan/atau
Ø Pemberian santunan
Ø Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu
7 hari setelah tanggal transaksi.
B. Sanksi
Administrasi
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah),
melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
C. Sanksi Pidana
Ø Penjara, 5 tahun, atau denda Rp.
2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1)
huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
Ø Penjara, 2 tahun, atau denda
Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan
17 ayat (1) huruf d dan f
Ø Ketentuan pidana lain (di luar
Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen
luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Ø Hukuman tambahan , antara lain :
Ø Pengumuman keputusan Hakim
Ø Pencabuttan izin usaha;
Ø Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
;
Ø Wajib menarik dari peredaran barang dan
jasa;
Ø Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada
masyarakat .
HAK ATAS
KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)
Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif
yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok
orang atas karya ciptanya. Menurut UU yang telah disahkan oleh DPR-RI pada
tanggal 21 Maret 1997, HaKI adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan
permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau beberapa orang yang
berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang komersial
(commercial reputation) dan tindakan / jasa dalam bidang komersial (goodwill).
PRINSIP-PRINSIP
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari
kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai
ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum
bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan
intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan
intelektual terhadap karyanya.
3. Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu
pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan
memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
4. Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai
warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya
merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan
antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
DASAR HUKUM
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum
yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara
lain adalah :
1. Undang-undang Nomor 7/1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
2. Undang-undang Nomor 10/1995 tentang
Kepabeanan
3. Undang-undang Nomor 12/1997 tentang
Hak Cipta
4. Undang-undang Nomor 14/1997 tentang
Merek
5. Undang-undang Nomor 13/1997 tentang
Hak Paten
6. Keputusan Presiden RI No. 15/1997
tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization
7. Keputusan Presiden RI No. 17/1997
tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
8. Keputusan Presiden RI No. 18/1997
tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic
Works
9. Keputusan Presiden RI No. 19/1997
tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap
individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif
mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke
pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas
Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik
Indonesia.
MACAM-MACAM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
terbagi dalam dua kategori, yaitu :
1. Hak Cipta
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk
mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil,
yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya
adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga dalam hal ini
bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa yang
terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta tersebut adalah
hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak
cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul serta isi didalam
buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun penerbit buku
tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan
sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan
keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dasar hukum Undang-undang
yang mengatur hak cipta antara lain :
1. UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta
2. UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
3. UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang
Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI
Tahun 1987 Nomor 42)
4. UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7
Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
2. Hak
Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala
sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak
kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-perusahaan
karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan industri perusahaan
dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme. Dengan di
legalkan suatu industri dengan produk yang dihasilkan dengan begitu industri
lain tidak bisa semudahnya untuk membuat produk yang sejenis/ benar-benar mirip
dengan mudah. Dalam hak kekayaan industri salah satunya meliputi hak paten dan hak
merek.
Hak Kekayaan Industri terbagi lagi menjadi beberapa
bagian yang meliputi:
a. Hak Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14/2001 pasal 1 ayat 1,
Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas
hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu dalam
melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan
kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk jangka
waktu 20 tahun terhitung dari filling date. Undang-undang yang mengatur hak
paten antara lain :
·
UU Nomor 6
Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
·
UU Nomor 13
Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
·
UU Nomor 14
Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).
b. Hak Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat
1, hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau
jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk/jasa
tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai jual dari
pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam setiap produk/jasa
sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih produk.jasa
merek apa yang akan digunakan sesuai dengan kualitas dari masing-masing
produk/jasa tersebut. Merek memiliki beberapa istilah, antara lain :
1. Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang
yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
2. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3. Merek Kolektif
Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang
atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa
orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau
jasa sejenis lainnya.
Selain itu terdapat pula hak atas merek, yaitu hak
khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar
Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk menggunakannya. Dengan terdaftarnya suatu merek, maka sudah
dipatenkan bahwa nama merek yang sama dari produk/jasa lain tidak dapat
digunakan dan harus mengganti nama mereknya. Bagi pelanggaran pasal 1 tersebut,
maka pemilik merek dapat mengajukan gugatan kepada pelanggar melalui Badan
Hukum atas penggunaan nama merek yang memiliki kesamaan tanpa izin, gugatan
dapat berupa ganti rugi dan penghentian pemakaian nama tersebut.
Selain itu pelanggaran juga dapat berujung pada pidana
yang tertuang pada bab V pasal 12, yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak menggunakan merek yang sama secara keseluruhan dengan merek terdaftar
milik orang lain atau badan hukum lain, untuk barang atau jasa sejenis yang
diproduksi dan diperdagangkan, dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan
denda paling banyak Rp100.000.000,-
Oleh karena itu, ada baiknya jika merek suatu barang/jasa
untuk di hak patenkan sehingga pemilik ide atau pemikiran inovasi mengenai
suatu hasil penentuan dan kreatifitas dalam pemberian nama merek suatu
produk/jasa untuk dihargai dengan semestinya dengan memberikan hak merek kepada
pemilik baik individu maupun kelompok organisasi (perusahaan/industri) agar
dapat tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan perekonomiannya dengan tanpa ada
rasa was-was terhadap pencurian nama merek dagang/jasa tersebut.
Undang-undang yang mengatur mengenai
hak merek antara lain :
UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara
RI Tahun 1992 Nomor 81)
UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19
Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara
RI Tahun 2001 Nomor 110)
c. Hak
Desain Industri
Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan
intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari
pendesainnya, sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui
Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Kriteria desain
industri adalah baru dan tidak melanggar agama, peraturan perundangan, susila,
dan ketertiban umum. Jangka waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10
tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan Desain Industri ke Kantor
Ditjen Hak Kekayaan Intelektual.
Desain Industri adalah cabang HKI yang melindungi
penampakan luar suatu produk. Sebelum perjanjian TRIPS lahir, desain industri
dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Namun karena perkembangan desain yang
sangat pesat, maka perlu dibuatkan UU Khusus yang mengatur tentang desain
industri.
Lingkup Hak Desain Industri
Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eklusif
untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang
orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor,
mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.
d. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain
atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau
memberikan persetujuaannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Lingkup DTLST
DTLST yang mendapat perlindungan:
Hak DTLST diberikan untuk Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu yang orisinal.
DTLST dinyatakan orisinal jika desain tersebut hasil
karya mandiri pendesain dan pada saat DTLST tersebut dibuat tidak merupakan
sesuatu yang umum bagi para pendesain.
e. Hak
Rahasia Dagang
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui
oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis
karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik
rahasia dagang.
Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode
produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang
teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh
masyarakat umum.
Rahasia dagang mendapat perlindungan
apabila informasi itu:
Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu
bukan secara umum oleh masyarakat,
Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk
menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan
keuntungan ekonomi,
Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak
yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi
pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada
pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan
pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang
diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
Tidak dianggap sebagai pelanggaran
rahasia dagang apabila:
Mengungkap untuk kepentingan hankam, kesehatan, atau
keselamatan masyarakat,
Rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan oleh
penggunaan rahasia dagan milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk
kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30
tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung
otomatis dan masa perlindungan tanpa batas.
f. Hak
Indikasi
Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan
daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk
faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut,
memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Indikasi asal adalah suatu tanda yang memenuhi
ketentuan tanda indikasi geografis yang tidak didaftarkan atau semata-mata menunjukan
asal suatu barang atau jasa.
Dasar Hukum
·
Pasal 56
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
·
Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi-geografis
Pihak yang dapat mengajukan
permohonan pendaftaran indikasi geografis :
1. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang
memproduksi barang yang bersangkutan:
• Pihak yang
mengusahakan barang yang merupakan hasil alam/kekayaan alam
• Produsen
barang hasil pertanian
• Pembuatan
barang-barang kerajinan tangan/hasil industri
• Perdagangan
yang menjual barang tersebut
2. Lembaga yang diberi wewenang untuk itu
3. Kelompok konsumen barang tersebut
Contoh Indikasi Geografis yang
didaftarkan di Dirjen HKI:
• Beras Adan Krayan: diajukan oleh Asosiasi Masyarakat
Adan (2011)
• Susu Kuda Sumbawa: didaftarkan oleh Asosiasi
Pengembangan Susu Sumbawa (2011)
• Madu Sumbawa: didaftarkan oleh Jaringan Madu Hutan
Sumbawa (2011)
• Kangkung Lombok: didaftarkan oleh Asosiasi Komoditas
Kangkung Lombok (2011)
• Kopi Kintamani Bali: diajukan oleh Masyarakat
Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG
KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan Konsumen di Bidang Pangan
Liputan6.com,
Jakarta, Jum’at 02 Sep 2016 I 06:43 WIB. Bahan makanan mengandung bahan kimia berbahaya jenis
formalin kembali ditemukan di Pasar Klender, Cakung, Jakarta Timur.
Dalam operasi yang digelar pada Kamis 1 September
2016, tim Jejaring Pangan Jakarta Timur mengambil sampel olahan dari sejumlah
pedagang di Pasar Klender. Setelah diambil, petugas kemudian melakukan uji
laboratorium untuk mengetahui kandungan yang ada di dalamnya.
Hasilnya, sejumlah makanan dinyatakan positif
mengandung bahan berbahaya. Di antaranya mi kuning yang positif formalin,
kerupuk kulit positif boraks, kerupuk merah, berondong merah, dan kue mangkok
positif rhodamin.
"Kami melakukan penyitaan barang bukti yang
terbukti menggunakan zat berbahaya," tutur Asisten Perekonomian Jakarta
Timur Erick Pahlevi Zakaria Lumbun di Pasar Klender, Cakung, Jakarta Timur,
Kamis 1 September 2016.
Saat disinggung mengenai tidak adanya tindakan tegas
kepada para pedagang nakal, Erick mengaku pihaknya memiliki standar tertentu.
Dia baru akan mengambil tindakan tegas apabila pedagang tersebut kedapatan
melakukan hal serupa sebanyak tiga kali.
"Tindak lanjut tunggu lebih dari tiga kali. Nanti
polisi yang ambil. Ini kan baru sekali (kedapatan jual pangan berbahaya).
Makanya cuma penyitaan," jelas dia.
Selain itu, Erick juga beralasan, pihaknya tidak serta
merta memberikan sanksi. Ada tugas lain yang tidak kalah penting untuk
dilakukan terhadap para pedagang.
"Kesulitan kami kan ada juga unsur pembinaan.
Enggak serta merta sanksi hukum. Kita ingin ada pembinaan. Kerja sama dengan PD
Pasar Jaya," kata dia.
Manajer Area Timur I PD Pasar Jaya Sion Purba menambahkan,
sebagai pengelola, pihaknya hanya bisa memberikan peringatan. Alasannya,
pemberian sanksi merupakan tugas aparat kepolisian.
"Sanksinya peringatan karena yang berhak aparat
kepolisian. Kita peringatkan para pedagang, nanti selanjutnya baru dipanggil,"
ujar Sion.
Dia menegaskan, pihaknya akan menyiapkan sebuah alat
khusus di sejumlah pasar di bawah naungan PD Pasar Jaya. Alat tersebut untuk
mengantisipasi pangan yang dijual pedagang mengandung bahan berbahaya.
"Sudah disiapkan di beberapa pasar untuk tes
sendiri bahan pangan yang ada formalin, sebagai tahap awal antisipasi bahan
pangan berformalin. Ke depan, masing-masing kepala pasar bisa tes sendiri bahan
pangan yang ada di pasarnya apakah berformalin atau tidak," beber dia.
Sementara, seorang pembeli, yakni Ikem (47) mengaku
sangat khawatir dengan beredarnya pangan yang mengandung bahan kimia berbahaya.
Dia berharap, pihak berwajib menindak tegas pedagang
yang kedapatan menjual makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya.
"Polisi harus memberikan tindakan tegas dong.
Jangan dibiarkan begitu saja. Ini kan berbahaya buat kesehatan masyarakat.
Kalau sudah begini kita juga was-was mau beli, takutnya ada formalin lagi di
dalamnya," keluh Ikem..
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan dari uraian di atas tersebut di dalam kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.
Pemerintah yag merupakan sebagai perancang,pelaksana serta pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan.
Oleh karena itu, penegakkan hukum harus menjadi tumpuan utama dalam melakukan pemberantasan pembajakan terhadap hak atas kekayaan intelektual. Penegakan hukum ini merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadi hukum, baik dalam arti hukum yang sempit maupun dalam arti materiil yang luas, sebagai pedoman prilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh para aparatur penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang – Undang untuk menjamin
sebagai salah satu karya intelektual mempunyai peranan yang penting.
DAFTAR PUSTAKA
puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=DKV02040203
http://www.kemenperin.go.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Desain_industri
http://sentra-hki.lppm.upi.edu/tentang-hki/disain-tata-letak-sirkuit-terpadu/
http://news.liputan6.com/read/2592141/bahan-makanan-di-pasar-klender-masih-berformalin